"Saya
tidak tahu kalau Gunung Sindoro aktif, bukankah gunung itu termasuk
gunung mati? Kok bisa tiba-tiba statusnya menjadi waspada,"?
Kata-kata
seperti itu senada dilontarkan oleh kebanyakan orang saat ditemui Suara
Medeka.com Selasa pagi (6/12) pekan lalu, terkait mulai menggeliatnya
gunung yang memiliki ketinggian 3.145 m (dpl) di atas permukaan laut
itu.
Dari
ibu-ibu pemilik warung makan di depan kantor Kecamatan Parakan, kernet
mikrobus bertrayek Secang - Parakan, sampai petani kacang di lereng
gunung Sidoro, mereka menyatakan ketidaktahuannya itu. Ironisnya,
seorang pendaki yang nekat mendaki ke puncak Sindoro pun tidak tahun
menahu kalau gunung Sindoro mulai mengancam bahkan berstatus Waspasa
level 2.
"Memang
teman-teman saya pernah melihat ada kepulan asap di beberapa tempat di
puncak Sindoro, tapi saya ndak ngira kalau sudah status Waspada.' kata
Abdul, buruh tani di Desa Gentingsari, Kecamatan Bansari, Temanggung pun
saat mendapat berita jika status Sindoro.
Itu
sebabnya ketika pada Senin (5/12) lalu saat PVMG (Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi) mengumumkan perubahan status gunung dari
Aktif Normal ke Waspada, aparat setempat yakni para camat dan muspika
yang ada di beberapa kecamatan yakni, Kledung, Bansasri dan Parakan
memang dibuat panik.
Hari
Selasa esoknya aparat dan muspika mengadakan rapat koordinasi. Rapat
itu berlangsung Selasa (6/12) baik di kantor Kecamatan Bansari atau di
kantor Kabupaten Temanggung, membicarakan antisipasi kemungkinan
terjadinya bencana Gunung Sindoro.
Selain
Temanggung, Wonosobo adalah kota lain yang terdekat dengan Sindoro.
Pada Rabu 97/12) Agus Wibowo, Kabag Humas Pemkab Wonosobo mengumumkan
adanya empat jalur evakuasi yang disiapkan di lima kecamatan terkena
dampak jika terjadi bencana.
Kesiapan muspika
Ada
8 kecamatan yang ada di lereng Gunung Sindoro tetap tenang terkait
peningkatan status dari normal menjadi waspada yang ditetapkan PVMBG
yakni Kecakmatan Kejajar, Wonosono, Kertek, Garung dan Mojotengah.
Sementara di Temanggung daerah rawan bencana terdapat di Kecamatan
Bansari, Kledung, dan Parakan.
Akutrasi
dan ketepatana informasi sangat membantu warga sehingga bisa tetap
menjalankan aktivitasnya dengan tenang," kata Agus Wibowo.
Belajar
dari vencana Gunung Merapi tahun lalu, pemkab Temanggung dna Wonosobo
agaknya ingin membuat manajemen bagaimana menghadapi bencana dengan
terkoordinasi.
S.
Purnomo, Danramil Parakan pun menyatakan, sudah merancang peta
evakuasi, meski pun masih harus dikaji lebih matang lagi. "Tapi kami
sudah merancang jaur-jalur evakuasi mana yang akan kami pakai nanti.
Termasuk sudah menentukan gudang-gudang yang tidak terpakai untuk bisa
digunakan sebagai hunian sementara," Purnomo ditemui di Pos Pengamatan
desa Gentingsari.
Sampai
Selasa siang, pos pengamatan di Desa Gentingsari banyak berkumpul
aparat dari Kodim 0706 Temanggung, Polres Temanggung, muspika Bansari,
petugas Puskesmas dan warga desa.
Sementara petugas Pos Pengamatan Gunung Sumbing-Sindoro di Desa Gentingsari sibuk mengolah laporan yang bersumber dari pergerakan seismograf, yang mencatat adanya getaran 12 kali gempa vulkanik ringan tipe B sejak hari Senin kemarin.
Sementara petugas Pos Pengamatan Gunung Sumbing-Sindoro di Desa Gentingsari sibuk mengolah laporan yang bersumber dari pergerakan seismograf, yang mencatat adanya getaran 12 kali gempa vulkanik ringan tipe B sejak hari Senin kemarin.
Tercatat
juga adanya peningatan suhu udara dari 70 derajat celsius menjadi 90
derajat celcius. Petugas Pos Pengamatan terus memantau perkembangan
kondisi gunung dan getaran vulanologi setiap 6 jam.
Meski
kesibukan terjadi di Pos Pengamatan dan kantor kecamatan, namun
aktivitas warga masih tetap berjalan normal. Di sisi lain, sebagian
warga mulai pula dihingggapi rasa was-was akan perkembangan Gunung
Sindoro yang terakhir meletus pada tahun 1970 lalu.
Meski
sejak Kamis (8/12) aktivitas Sindoro dinyatakan turun, namun pemkab di
dua kota itu tetap mengingatkan warganya untuk tetap waspada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar